Membaca tulisan ini mengingatkan saya tentang cerita Nabi Nuh, kapal dan bukit tinggi.
Bagaimana anak Nabi Nuh a.s yang derhaka beserta orang-orang yang bersamanya yakin bahawa bukit yang tinggi itu dapat menyelamatkan mereka dari banjir besar yang sedang melanda.
Dengan iringan "Bismillahi majraha wa mursaha" belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu. Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putera sulungnya yang bernama "Kan'aan" timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putera kandungnya yang berada dalam keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang.
Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil puteranya:Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman Allah." Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang:"Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini."
Nuh menjawab:"Percayalah bahawa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya." Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Dengan meraikan akal manusia dalam membuat kajian demi kajian, tetapi sesekali jangan dilupakan suatu kuasa yang Segala Maha. Dialah yang memiliki segala Maha yang mengatasi segala 'maha' milik manusia.
Manusia mungkin bebas memilih, bebas berfikir, bebas mengkaji dan segala macam 'kebebasan' lagi tetapi manusia mempunyai keterbatasan kuasa yang dimiliki.
Kuasa 'kudrat' muda, hilang apabila usia semakin meningkat dan jasad kian tua.
Kuasa pangkat dan kedudukan, hilang apabila mula bersara dari jawatan.
Kuasa sebagai manusia, akan hilang apabila ajal bertandang tiba.
Semuanya terangkum dalam satu ungkapan
"Langit dan bumi serta segala isi kedua-duanya akan menemui penghujung perjalanan."
".....Dan(ingatlah) bagi Allahlah jualah kuasa pemerintahan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya, dan kepada Allah jualah tempat kembali." (Al Maidah 18).
Razak Nordin berpesan : Dan marilah kita belajar sesuatu dari kisah Nabi Nuh a.s. Kisah yang mungkin semakin dilupakan.
No comments:
Post a Comment